asylk akan hidup kerohanian yang sangat kita perlukan di zaman sekarang im. Di situlah timbulnya perbincangan tentang kejadian Isra’ dan Mi’raj. Dia sedang tidur di rumah Ummu Hanik di Mekkah. Ummu Hanik ialah Hindun, anak perempuan dari pamannya Abu Thalib. Kata setengah riwayat dia sedang tidur di dekat Kabah. Tiba-tiba terjadilah Israt dan Mi’raj itu. Beliau terbang melayang ke Baitil Maqdis dan terus ke langit ketujuh patalanya, terus ke Sidratil Muntaha.
Walaupun tumbuh IErtikaian faham sejak zaman sahabat-sahabat sendiri, sampai sekarang, apakah Isra’ dan Mitraj itu dengan tubuhnya, atau hanya rohaninya saja, namun satu perkara sudahlah terang. Yaitu walapun Mitraj itu misalnya hanya dengan rohaninya saja, itu pun adalah satu mu’jizat besar, yang tidak sembarang jiwa dapat meningkat ke sana. Jiwa inilah yang dikatakan Isa A1 Masih sanggup memindahkan gunung.
Kita percaya, seperti Abubakar pun percaya, memang beliau naik ke langit ketujuh petalanya. Memang didengarnya gerak-gerik bunyi Qalam, 2) ketika menulis di Luh Mahfuzh, 3) dan itu bukan mimpibukandongeng. Jika kita mendustai itu, artinya ialah mendustai seluruh ke-Nabiannya dan ke- Rasulannya, dan mendustai agama ini sama sekali.
Tetapi di samping golongan terbesar di zaman yang lalu mempercayai Mi’raj itu dengan tubuh, tidak kurang pula kekayaan rErasaan dari orang yang mempercayai Miyaj dengan rohani itu. Jiwa besar adalah mendekati Tuhan, dan beroleh serpih Nur hidayat dari Tuhan. Jiwa besar yang demikian, hampir tidak terikat Oleh zaman dan tidak terkungkung Oleh tempat. Baginya terbuka rahasia dan hijab seluruh alamt berkat anugerah dan izin Tuhan.
Inilah salah satu teladan dari kaum yang beraliran Tasauf (mistik) Islam! 25